Kamis, 11 Oktober 2007

Catatan 4: Hidup


Tuhan menyediakan banyak kemungkinan nasib kepada kita, yang sejatinya akan kita temui salah satunya dengan segala jerih payah dan usaha tak kenal lelah. “Urip iki ora mung saderma ngalakoni,” yang merupakan kebalikan dari pepatah Jawa lain, “urip iki mung saderma ngalakoni” atau “urip iki mung mampir ngombe.”
Jika kita berpijak pada firman Tuhan, bahwasannya jika suatu kaum atau seseorang ingin berubah, maka yang harus merubah adalah dirinya sendiri. “Tuhan tidak berpihak pada yang kalah, tapi pada yang menang,” demikian kata Pram. Pandangan dan upayanya harus begitu keras sehingga hancurlah segala penghalang. Kemudian yang harus dikedepankan adalah inisiatif, rasio, sikap teguh dalam pendirian, dan selalu berpikiran kritis.
Jadi dalam menjalani hidup ini, kita tidak boleh hanya “nrimo” atas apa yang telah dan akan terjadi pada diri kita, tetapi kita harus berbuat sesuatu. Tuhan membantu orang yang membantu dirinya sendiri. Segala perbuatan baik harus ditujukan pada kebaikan diri kita sendiri, kemudian bagi bangsa, dunia, dan bagi tata-susunan kehidupan yang lebih baik, lebih ramah, sehingga kelangsungan umur bumi pun tetap terjaga sepanjang yang ditakdirkan Tuhan.
Inti hidup ini ada pada hidup itu sendiri. Bagaimana manusia menjalani hidup dalam kesehariannya, menjalani keteraturan, menyesuaikan dengan gerak alam semesta, sifat manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Melalui laju ilmu pengetahuan dan informasi yang seperti sekarang, hampir tidak ada lagi segi kehidupan yang dirasa mustahil seperti yang pernah dibayangkan oleh rasio manusia.
Peran pandangan agama dan magi adalah rambu supaya kecepatan kemajuan manusia tidak merupakan kecepatan terhadap kehancuran hidup dan moral manusia, seperti terhadap kemajuan gen-teknik.

Tidak ada komentar: